Gelombang optimisme melanda Zimbabwe, menyusul persetujuan pembagian kekuasaan antara pemerintah dan oposisi yang dicapai bulan lalu. Politisi negara Afrika ini akhirnya bisa juga bersepakat tentang kesepakatan yang sebenarnya sudah mereka capai September lalu.
Ini semua menyusul ribut-ribut soal hasil pemilu. Dibutuhkan waktu sampai dua bulan dan tekanan berat dari luar negeri untuk benar-benar bisa membuahkan hasil.
Presiden Zimbabwe Robert Mugabe yang sudah berkuasa sejak negara ini merdeka hampir tiga dekade silam, sampai sekarang masih tetap berkuasa. Tetapi pemimpin oposisi Morgan Tsvangirai sekarang menjabat perdana menteri. Eric Beauchemin baru kembali dari Zimbabwe selatan.
Tahun 2006, ketika berkunjung terakhir ke Zimbabwe, pelbagai pasar swalayan masih penuh. Tetapi inflasi yang begitu tinggi telah berdampak. Waktu itu dolar Amerika ditukar dengan tumpukan dolar Zimbabwe yang nyaris tidak bernilai lagi. Akhir tahun silam, inflasi mencapai 200 persen, tetapi sebenarnya lebih tinggi lagi. Orang biasa, seperti Agnes, bergulat untuk bertahan hidup.
Agnes: "Wah. Pagi hari kita bisa pergi melihat harga barang. Lalu kita ke bank atau teman untuk cari uang, tetapi begitu uang didapat pada sore harinya, harga barang sudah lain lagi. Jadi, kita mesti bawa uang ke mana-mana." Harapan baru
Inflasi yang begitu tinggi mendadak sontak berhenti Januari lalu, ketika Zimbabwe tidak lagi mengakui mata uangnya sendiri. Mata uang resmi Zimbabwe sekarang adalah dolar Amerika. Dan untuk pertama kalinya selama berbulan-bulan, toko-toko kembali berisi barang. Tetapi baru 6% orang Zimbabwe yang punya pekerjaan, dan masih banyak pula yang tidak punya dolar Amerika. Sebagian besar bergantung pada sanak keluarga yang berhasil keluar negeri, melarikan diri dari negara yang sarat dengan masalah ekonomi politik ini.
Walaupun begitu, pemberlakuan dolar serta pemerintahan kesatuan nasional baru telah memberi harapan baru kepada sebagian besar orang Zimbabwe. Orang-orang yang sebelumnya pergi dari Zimbabwe, termasuk Lot, tukang bangunan berusia 49 tahun, kini pikir-pikir serius untuk pulang kampung.
Lot: pergi ke Afrika Selatan (foto: Eric Beauchemin) |
Sabar
Masih dipertanyakan apakah niat Lot itu benar-benar bisa jadi kenyataan. Beberapa bulan terakhir sudah terjadi sejumlah konflik antarpartai di pemerintahan kesatuan, kata Takura Zhangazha, direktur Institut Media Afrika Selatan.
Masyarakat sipil Zimbabwe menyadari hal itu. Mereka telah menunjukkan kesabaran luar biasa ketika melihat negara mereka jatuh. Banyak orang yang diwawancara menyatakan, mereka bersedia bersabar sedikit lebih lama, dengan harapan, negeri mereka akan kembali bangkit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar