Sabtu, 07 Maret 2009
Abdul Hadi Djamal, Caleg Di Hotel Prodeo
Abdul Hadi Djamal, anggota DPR Komisi V yang tertangkap menerima suap oleh KPK mengaku dirinya tidak bersalah kepada keluarganya. Lepas dari pada itu ia mencatatkan dalam sejarah bangsa ini, Abdul Hadi Djamal adalah Caleg yang sedang top, karena masuk bui.
"Pak Hadi mengaku ke adik saya, Hafifah bahwa ia tidak tahu menahu dengan uang tersebut," kata Samhi Muawan Djamal, adik kandung Hadi Djamal usai acara doa bersama untuk kebebasan Hadi Djamal, di Makassar, kemarin.
Menurut Samhi, yang juga pembantu rektor IV Universitas Muhamadiyah Makassar ini, ada indikasi yang mengarah ke jebakan. Saat penangkapan, Hadi tidak berada di mobilnya. Hadi sengaja dipindahkan dari mobilnya, bukan di mobil yang ia pakai saat datang.
"Kalau bukan jebakan mengapa mesti dipindahkan dari mobilnya? Di mobil yang ada uangnya itu bukan mobil milik bapak, ia diminta seseorang untuk pindah mobil yang sudah ada uangnya," jelas Samhi.
Indikasi lain, lanjut Sahmi, uang yang dimaksud sebagai uang sogok dari pengusaha bernama Hontjo tidak berada di dalam tas caleg DPR RI Dapil Sulsel I ini.
Berdasarkan keterangan Hafifah beberapa saat usai penangkapan malam itu, kata dia, sebenarnya Hadi datang ke tempat ia tertangkap karena undangan seseorang.
"Sebenarnya Pak Hadi tidak mau datang tapi karena dipaksa ia datang juga. Tapi siapa orang yang mengundang itu saya juga tidak jelas," ucapnya.
Menurut sang adik ini, sosok Abdul Hadi bukan seperti kebanyakn orang yang mencari uang untuk memperkaya diri sendiri. Ia berjuang untuk masyarakat, 5 tahun menjadi anggota DPR RI ia tidak memiliki harta dan simpanan.
Pilih Golput
Sementara itu, sejumlah pengurus DPP PAN, kepada Kontekaja, Sabtu (7/3), mengakui Abdul Hadi Djamal selama ini cukup dekat dengan teman-temannya dan gampang bergaul. Ia juga memiliki basis yang kuat di daerah pemilihannya.
"Abdul Hadi Djamal boleh dibilang punya loyalis kuat," kata seorang pengurus DPP PAN yang enggan disebut namanya.
Abdul Hadi Djamal tercatat sebagai caleg di Dapil Sulsel I yakni Makassar, Gowa, Bantaeng, Takalar, Jeneponto, Bulukumba, serta Selayar.
Sebelumya, begitu dipecat DPP PAN, para pendukung Abdul Hadi Djamal mengancam golput. "Dia itu orang kuat di daerahnya. Kalau ada koruptor yang didukung massa banyak, ya dia," kata pengurus DPP PAN yang juga anggota dewan kepada Kontekaja, Sabtu.
Samhi yang juga Koordinator tim pemenangan Abdul Hadi Djamal, mengancam akan mengibarkan bendera golput alias memilih tak memilih menyusul pemecatan kakaknya.
"Masyarakat mulai tingkat kabupaten, kecamatan, hingga dusun lebih memilih golput," katanya berapi-api.
Tim koordinator pemenangan Abdul Hadi tersebar di tujuh kabupaten di Sulawesi Selatan.
Samhi menilai keputusan DPP PAN terlalu terburu-buru dan tidak menghargai asas parduga tak bersalah.
KPU menyatakan bila nanti suara Abdul Hadi Djamal nomor satu maka yang akan masuk senayan adalah yang nomor dua karena dia sudah dipecat oleh partainya.
Sahmi mengatakan sang kakak memiliki dukungan sedikitnya 70 persen atau sekitar 70.000 orang di Bantaeng, dari 120 ribu pemilih.
Jika pencalegan Hadi Djamal dibatalkan, kata dia, maka sedikitnya 200 ribu pemilih Hadi tidak menyalurkan aspirasinya.
"Saya yakin Hadi Djamal memenuhi suara bilangan pembagi, sehingga suara PAN akan hilang sebanyak 200 ribu orang," ujarnya.
Daftar Kian Panjang
Lepas daripada itu, matahari memang semakin redup saja. Gedung bundar baunya kian anyir, menyusul banyaknya anggota dewan yang memakan uang suap.
Soalnya, belum kelar masalah suap Proyek Tanjung Apiapi, kini muncul kasus baru suap proyek Sulawesi Selatan. Untungnya, KPK langung mengendus persekongkolan bejat ini.
"Saya prihatin, mengapa masih ada anggota dewan yang kita tangkap," kata Ketua KPK, Antasari Azhar, begitu sukses membekuk Abdu Hadi Djamal 2 Maret lalu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya juga tak sembarangan main tangkap. Buktinya, saat diperiksa KPK, Abdul Hadi Djamal mengaku menerima Rp1 miliar dari Komisaris PT Kurniadjaja Wirabhakti Hontjo Kurniawan. Hanya saja, ia bilang ini bukan inisiatifnya sendiri. Namun, ada pihak-pihak lain yang turut menyetir.
Hadi Djamal melalui pengacaranya, Haeri Parani, mengatakan bahwa dana yang diterima diperuntukkan orang lain. "Ini yang perlu digarisbawahi bahwa dana itu ada yang meminta,'' kata Haeri di gedung KPK.
Abdul Hadi Djamal setelah menjalani pemeriksaan pada Selasa (3/3) juga mengaku uang suap yang diterimanya tidak hanya untuk diri sendiri dan bukan buat partainya, Partai Amanat Nasional (PAN). "Abdul Hadi hanya broker," kata pengacaranya.
Sayangnya, anggota Komisi V DPR ini belum mau berterus terang siapa orang yang meminta. Pengacaranya meminta Hadi buka-bukaan saja. Siapa yang menerima uang itu?
Sekadar mengingatkan KPK menangkap Abdul Hadi Djamal pada Senin lalu (2/3) setelah ia menerima uang tunai US$90 ribu dan Rp54,5 juta dari Hontjo yang diduga suap. Hadi sebelumnya juga ditengarai menerima Rp2 miliar.
Pada 27 Februari lalu juga disebut-sebut ada penyerahan Rp1 miliar yang belakangan diduga mengalir ke kantong Wakil Ketua Panitia Anggaran (Panggar) DPR Jhony Allen Marbun.
Hanya saja, dengan sigap Jhony membantah tudingan itu. Yang jelas, semua transaksi itu dicurigai untuk mempermulus keinginan Hontjo memperoleh proyek pelabuhan di Selayar dan bandara di Toraja, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Haeri sendiri mengakui Abdul Hadi Djamal sudah tiga kali menerima uang dari Hontjo. Nah, yang ketiga sekaligus terakhir terjadi sebelum penangkapan.
Sejauh ini Abdul Hadi Djamal belum mengungkapkan seluruh fakta. Termasuk motif di balik pemberian uang tersebut. Yang pasti, lanjut Haeri, kliennya akan menjalani penyidikan lagi di KPK pada pekan depan. ''Itu pemeriksaan lanjutan,'' kata Haeri.
Dia juga menambahkan, penyidik belum memberi tahu rencana penggeledahan ruang kerja klien Hadi di gedung DPR untuk mendapatkan alat bukti tambahan.
Tak Peduli Dia Broker
Soal peran Abdul Hadi Djamal yang disebut pengacaranya hanya sebagai broker, Wakil Ketua KPK M. Jasin menyatakan, penyidik tidak memedulikan peran Hadi dalam kasus tersebut. "Nggak masalah apakah broker atau bukan. Yang penting, KPK berhasil meringkus penyuap dan yang disuap," kata Jasin tegas.
Apabila ada pihak lain yang terlibat, penyidik tak segan membongkar. "Kami akan mencari barang bukti indikasi korupsi dan keterlibatannya," ungkap mantan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu.
Untuk mengembangkan kasus tersebut, KPK mulai memeriksa tiga saksi yang juga anak buah Hontjo. Mereka adalah Edy (sopir Hontjo), Tatik (staf Hontjo), dan Patekkai (karyawan PT Kurniadjaja). Tiga saksi itu untuk tersangka Hontjo.
Tak akan Berkembang
Di tempat terpisah, Sekjen Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki mengatakan, penangkapan yang dilakukan KPK masih sebatas pada orang-orang yang "apes". Yakni, mereka yang kedapatan tertangkap saat transaksi.
Padahal, kata Teten, perbuatan Hadi pasti tidak dilakukan sendiri. "Itu jelas bukan hanya dia yang terlibat," tegas dia dalam diskusi bertema 'Bisakah Politisi Tidak Korupsi' di gedung DPD, Jumat (6/3).
Teten bahkan menilai, kendati sudah banyak orang yang ditangkap, KPK akan melempem ketika kasus tersebut masuk ke wilayah parlemen. Mereka seolah tak berdaya apabila arah penyidikan sudah masuk ke wilayah wakil rakyat. "Suap itu bisa jadi anggota dewan ada yang memeras, atau memang pengusaha ingin mendapatkan order dengan menyuap dewan," katanya.
Dia menerangkan, penanganan KPK sudah cukup terpola. Dia mencontohkan, Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu yang terseret skandal aliran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) Rp 100 miliar. Aliran dana itu, kata Teten, jelas tidak hanya ke Antony. "Tapi, KPK tak pernah mengembangkan kasus ke tersangka yang lain. Cukup hanya di Antony dan Hamka," katanya.
Yang paling terang benderang adalah pengakuan Agus Condro soal dugaan suap dalam pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia (BI). Informasi yang berkembang mereka yang menerima uang tak hanya Agus Condro. Bahkan, ada 400 rekening yang menerima limpahan dana itu.
"Tapi, KPK seperti tak ada upaya. Dia belum-belum sudah mengatakan belum cukup bukti. Padahal, kalau kasus yang lain, mereka sangat ngotot ingin mengungkap. Mau tidak mau, kita akhirnya mengatakan bahwa KPK tebang pilih," kata Teten.
Jadi, KPK masih memiliki persoalan independensi. Komisi pimpinan Antasari Azhar itu seperti ketakutan apabila berhubungan dengan DPR. "Mereka, rupanya, takut kewenangannya akan dipereteli anggota dewan. Padahal, korupsi di sana lebih besar lagi," ujarnya.lihat juga
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar